Senin, 25 Juni 2012

koperasi syari'at


KOPERASI (SYIRKAH TA’AWUNIYAH)        

            Koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu cooperation yang artinya kerjasama. Sedangkan secara terminology koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum yang bekerjasama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti percampuran yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta yang lainya tanpa di bedakan antara keduanya. Secara terminalogi para ‘ulamâ fiqh beragam pendapat dalam mendefinisikan syirkah antara lain :
a.       Menurut Malikiyah perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (thasarruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya,yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya namunn masing-masing memiliki hak untuk berthasarruf 
b.      Menurut Hanabilah pengkongsian adalah Hak (kewenangan) atau pengolahan harta (thasarruf)
c.        Menurut Syafi’iyah pengkongsian atau syirkah adalah ketetapan hak pada suatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)
d.       Menurut Hanafiyah syirkah ialah ungkapan tentang adanya transaksi (‘aqad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan
e.        Sedangkan Sulaiman Rasjid mendefinisikan syirkah artinya ‘aqad dari dua orang atau lebih untuk berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan) dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu.
Dari beberapa definisi di atas dapat di pahami bahwa syirkah ialah ikatan atau ‘aqad antara dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam hal modal dan keuntungan.

DASAR HUKUM
‘Aqad syirkah dibolehkan, menurut ‘ulamâ berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12:
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šúüϹqム!$ygÎ/ ÷rr& &úøïyŠ 4  Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šcqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ 3 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽöxî 9h!$ŸÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÎ=ym ÇÊËÈ
Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
Di samping ayat di atas di jumpai pada sabda Rasullulah SAW yang membolehkan ‘aqad syirkah.  “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wajalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Dawud Dan Al.Hakim Dari Abu Hurairoh)
Maksud Hadist tersebut adalah bahwa Allah SWT akan menjaga dan menolong dua orang yang bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang bersekutu itu menghianati temannya maka Allah SWT akan menghilangkan pertolongan.
Adapun yang menjadi rukun serikat atau syirkah menurut ketentuan syari’at islam adalah:
  1. Ijâb dan Qabûl (Melafatkan kata – kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta)
  2. Orang (Pihak – pihak yang mengadakan syirkah). Syaratnya, adalah berakal, baliqh, mumayyiz atau orang yang sudah cakap dalam bertindak hukum.  dan dengan kehendaknya sendiri (tidak ada unsur paksaan)
  3. Pokok pekerjaan (Badan usaha yang dijalankan)

MACAM-MACAM SYIRKAH
a.       Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘Inan ialah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan sesuatu usaha bersama dengan cara membagi untung atau rugi sesuai dengan jumlah modal masing–masing, dalam pengertian lain Syirkah ‘Inan adalah perkongsian terbatas di mana satu patner tidak dibolehkan melakukan sesuatu kegiatan tanpa patnernya yang lain.
Para ‘ulamâ fiqh sepakat menyatakan bahwa bentuk perserikatan seperti ini adalah boleh, dalam persarikatan ‘Inan modal yang digabungkan dalam masing–masing pihak tidak harus sama jumlahnya. Sebagaimana dibolehkan juga seorang bertanggung jawab sedangkan yang lain tidak, Begitu pula dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda, bergantung pada persetujuan yang mereka buat. Dan sesuai dengan syarat transaksi. Hanya saja kalau mengalami kerugian atau keuntungan bersama, berdasarkan modalnya yang digabungkan.
b.      Syirkah Muwafadhah
Arti dari muwafadhah menurut bahasa ialah persamaan. Menurut istilah, syirkah muwafadhah adalah  kerjasama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan syarat  harus ada kesamaan dalam modal, agama, mempunyai wewenang melakukan perbuatan hokum, keuntungan, serta masing-masing berhak bertindak atas nama syirkah.
 Para fuqahâ berselisih pendapat tentang muwafadah ini, Imam Maliki dan Abu Hanifah sependapat atas kebolehanya, tetapi keduanya masih berselisih pendapat tentang syaratnya, menurut Imam Abu Hanifah, bahwa syarat syirkah muwafadhah adalah adanya kesamaan modal (antara kedua persarikat) sedangkan Imam Malik berpendapat kesamaan modal tersebut tidak menjadi syarat, karena disamakan syirkah ‘Inan. Adapun Imam Syafi’i berpendapat bahwa syirkah muwafadhah itu tidak boleh, alasanya bahwa sebutan syirkah itu hanya berlaku kepada percampuran harta, karena keuntungan itu bercabang–cabang. sedangkan cabang–cabang ini tidak boleh bersama kecuali dengan bercampurnya modal, jika masing–masing pihak mensyaratkan keuntungan bagi pihak lain pada milik dirinya. maka hal ini termasuk kesamaran dan tidak dibolehkan.
c.       Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh ialah kerjasama dua orang dengan modal dari pihak di luar kedua orang tersebut Artinya salah seorang memberikan modalnya kepada dua orang atau lebih tersebut, yang bertindak sebagai mudhârib, sehingga kedua pengelola tersebut menjadi persero (syarik) yang sama-sama bisa mendapatkan keuntungan dari modal pihak lain. Kedua pihak tersebut kemudian boleh membuat kesepakatan untuk membagi keuntungan. Syirkah ini diperselisihkan oleh para fuqahâ imam malik dan imam Syafi’I berpendapat bahwa syirkah wujuh itu tidak sah, karena syirkah itu hanya berhubungan dengan urusan harta dan kerja. sementara dalam kedua perkara itu tidak terdapat pada syirkah wujuh, di samping itu didalamnya terkandung kesamaran, karena masing–masing dari kedua belah pihak mengatakan kawanya dengan suatu pendapat yang tidak ditentukan oleh pekerjaan dan tidak pula usaha yang khusus. 
d.      Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘Abdan ialah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha atau pekerjaan, hasilnya dibagi antara sesama mereka, berdasarkan perjanjian. Secara garis besar imam Abu Hanifah  dan  Malikiyah Berpendapat bahwa Syirkah ‘Abdan di perbolehkan. sedangkan Imam Syafi’i  melarangnya, alasanya bahwa syirkah dagang itu hanya berkaitan dengan harta bukan dengan pekerjaan karena pekerjaan itu tidak bisa di tentukan batas – batasnya, oleh karena itu mereka berpendapat bahwa Syirkah ‘Abdan itu merupakan suatu kesamaran karena kapasitas kerja salah satu pihak tidak bisa di ketahui secara pasti oleh pihak yang lain.
ANALISA
            Dalam koperasi tidak ada unsur kezaliman dan pemerasan, pengelolaannya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan/kerugian kepada anggota menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketehui oleh anggota pemegang saham. Karena itu koperasi syirkah ta’awuniyah dapat dibenarkan oleh islam. Jika koperasi menentukan sebagian hasil usahanya untuk tujuan social keagamaan sesuai dengan para asnaf/pos penggunaan zakat,maka bagi anggota koperasi yang muslim boleh niat sebagai zakatnya atas sebagian hasil usaha koperasi yang dikeluarkan untuk tujuan social keagamaan.
Menurut al-Ijma’ Umat islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenisnya, sedangkan Menurut fuqahâ sepakat menetapkan bahwa hukum syirkah adalah mubah meskipun mereka masih memperselisihkan keabsahan hukum beberapa jenis syirkah.
Jadi, berdasarkan al-Qur’an surat an-Nisâ ayat 12  dan hadits diatas, hukum syirkah adalah diperbolehkan. Serta ijma’ para sahabat yang sepakat menetapkan bahwa hukum syirkah dibolehkan hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenisnya dan juga yang menghukumi mubah.

zakat perusahaan/korporasi

ZAKAT INDUSTRI
Dalam kamus bahasa Indonesia industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan mesin. Yakni, proses pengolahan bahan baku dan yang sejenisnya menjadi produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.
Allah SWT berfirman:
وَعَلَّمْنَهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مَّنْ بَأْسِكُمْج  فَهَلْ اَنْتُمْ شَا كِرُوْنَ
 (الانبياء : 80
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperangan; Maka hendaklah kamu bersyukur(kepada Allah).” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 80)
Selain itu Rasulullah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang bekerja (aktivitas industri) sekaligus mengandung makna agar kita melakukan aktivitas tersebut melalui sabdanya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang mukmin yang bekerja.”(HR Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Pada zaman sekarang, telah keluar fatwa-fatwa kontemporer (fatawa mu’ashirah) dan ketetapan dari beberapa ketetapan bersama para ahli fikih tentang masalah fikih (majma’ al-fiqh) yaitu tentang zakat industri. Fatwa-fatwa dan ketetapan tersebut menjadikan aktivitas perindustrian tunduk kepada zakat. Seperti, pada fatwa-fatwa seminar problematika zakat kontemporer yang pertama, yang diadakan oleh Lembaga Zakat Internasional, Bait Al-Zakat Kuwait pada bulan Rabi’ul Awal 1409 H. bertepatan pada bulan Oktober 1988 M. tentang zakat proyek-proyek industri.
A.    DASAR HUKUM
            Adapun yang menjadi landasan hokum kewajiban zakat pada peruahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, seperti dalam.
َايُّهَاالَّذِيْنَ اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَتِ مَاكَسَبْتُم
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (QS Al-Baqarah [2]: 267)
Dari ayat ini, bahwa kita mesti mengeluarkan dari harta yang baik dan halal untuk dinafkahkan di jalan Allah SWT, yaitu di antaranya melalui zakat, sedekah, atau infak. Industri adalah termasuk penghasilan yang baik dan halal selama sumber dan prosesnya tidak keluar dari syari’at Islam. Selain itu, industri juga di dalamnya merupakan  harta yang berkembang secara riil, sehingga terdapat kewajiban zakat di dalamnya. Harta dalam ayat di atas mencakup harta yang diinvestasikan di dalam aktivitas industri.
dan at-taubah 103
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka...”
Juga didukung oleh hadits riwayat imam bukhari dari Anas bin Malik,bahwasanya Abu bakar Asshidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat binatang ternak yang didalamnya ada unsur syirkah.
 “… Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaliknya jangan pila dipisahkan harta yang pada mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan zakat.”
“… Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka dikembalikan kepada keduanya secara sama.” 
Teks hadist tersebut sebenarnya, berkaitan dengan perkongsian zakat binatang ternak, akan tetapi ulama menerapkannya sebagai dasar qiyas (analog) untuk perkongsian yang lain, seperti perkongsian dalam perusahaan. Dengan dasar ini, maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha di pandang sebagai syakhsiah hukmiyah (badan hukum). Para individu di perusahaannya. Segala kewajiban ditanggung bersama dan hasil akhirpun dinikmati bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah, yakni zakat harta.
Namun harus diakui bahwa, kewajiban zakat bagi perusahaan yang dipandang sebagai syakhsiah hukmiah, masih mengandung sedikit khilafiayah di kalangan ulama kontemporer. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena memang lembaga badan hukum seperti perusahaan itu memang belum ada secara formal dalam wacara fiqih klasik. Meskipun ada semacam khilafiyah, tetapi umumnya ulama kontemporer yang mendalami masalah zakat, mengkategorikan lembaga badan hukum itu sebagai menerima hukum taklif dari segi kekayaan yang dimilikinya, karena pada hakekatnya badan hukum tersebut merupakan gabungan dari para pemegang saham yang masing-masing terkena taklif. Justru itu, maka tak syah lagi ia dapat dinyatakan sebagai syakhsyiyah hukmiyah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan. Dr.Wahbah Az-Zuhaily dalam karya monumentalnya “Al-fiqhi Al-Islami wa Adillatuhu” menuliskan : Fiqih Islam mengakui apa yang disebut dalam hukum positif sebagai syakhsyiyah hukmiyah atau syakhsyiyah I’tibariyah/ma’nawiyah atau mujarradoh (badan hukum) dengan mengakui keberadaannya sebagai lembaga-lembaga umum, seperti yayasan, perhimpunan dan perusahaan, sebagai syakhsiyah (badan) yang menyerupai syakhsyiyah manusia pada segi kecakapan memiliki, mempunyai hak-hak, menjalankan kewajiban-kewajiban, memikul tanggung jawab yang berdiri sendiri secara umum”. Sejalan dengan Wahbah, Dr.Mustafa Ahmad Zarga dalam kitab “Madkhal Al-Fiqh al’Aam” mengatakan, “Fiqih Islam mengakui adanya syakhsyiyah hukmiyah atau I’tibariyah (badan hukum).
Dengan demikian, zakat perusahaan, analogi dari zakat perdagangan, maka perhitungan, nishab dan syarat-syarat lainnya, juga mengacu pada zakat perdagangan. Dasar perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan oleh Abu ‘Ubaid dalam kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram. “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki”. Lebih mendetail lagi, Agustianto menjelaskan berdasarkan kaedah di atas, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa pola perhitungan zakat perusahaan sekarang ini, adalah di dasarkan pada neraca (balance sheet), yaitu aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar (metode asset netto). Metode ini biasa disebut oleh ulama dengan metode syari’ah.
Dalam kaitan dengan kewajiban zakat perusahaan ini, dalam undang-undang no. 38 tahun 1999,  tentang pengelolaan zakat, bab IV pasal 11 ayat 2 bagian b dikemukakan bahwa diantara obyek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan.
B.     Aspek Pembahasan Fikih Zakat tentang Zakat Industri
Para ahli fikih kontemporer telah membahas hukum dan perhitungan zakat aktivitas industri melalui beberapa seminar dan muktamar yang khusus membahas hal ini. Banyak peneliti yang membahasnya, sehingga muncul beberapa pendapat:
Pendapat  pertama:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat tanah pertanian dengan pertimbangan bahwa keduanya adalah aset tetap yang menghasilkan pendapatan berulang-ulang, sehingga diwajibkan zakat atas hasil produksinya dengan kadar zakat (harga zakat) 5%.           Modal yang ditanamkan pada proyek industri diperlakukan sebagaimana harta perdagangan, sehingga zakat diwajibkan atas harta asal (modal) dengan tambahan (hasilnya) dengan kadar zakat 2,5%. (seminar problematika zakat kontemporer pertama, tahun 1409 H./1988 M.). 
Pendapat kedua:
Zakat industri diqiyaskan pada zakat perdagangan, yang mana aset tetap dan harta yang beredar tunduk kepada zakat dikurangi tanggungan-tanggungan pembayaran yang kontan dan jangka pendek dengan perhitungan kadar zakat (harga zakat) sebesar 2,5% (haul kalender Hijriyah). Ini berarti  bertentangan dengan hukum tidak tunduknya barang yang digunakan untuk diambil penghasilannya (harta tetap) terhadap zakat.
Pendapat ketiga:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat perdagangan dengan harta pokok tetap tidak tunduk kepada zakat. Zakat hanya wajib pada harta yang beredar, yang mana harta tersebut ditentukan dan dihargai, kemudian dipotong tanggungan kontan dan jangka pendek. Selisih antara keduanya adalah tempat zakat yang dizakati sebesar 2,5%.
                  Pengambilan pendapat yang paling kuat (râjih).Mayoritas ulama kontemporer mengunggulkan pendapat yang ketiga di atas.

D. Ketentuan Penghitungan Zakat Industri
Dari pembahasan aspek fikih tentang zakat industri pada bagian pertama, terlihat bahwa terdapat tiga pendapat mengenai hukum dan penghitungan zakat tersebut. Sekalipun ada pendapat yang lebih diunggulkan atau râjih oleh kalangan ulama fikih, penulis akan memberikan masing-masing dasar dan operasional penghitungan berikut dengan contohnya:
v  Dasar-dasar Penghitungan Zakat Aktivitas Industri
1.    Penentuan waktu penghitungan dan pembayaran zakat, baik berdasarkan kalender Hijriyah maupun kalender Masehi untuk penghitungan haul.
2.    Pembatasan dan penilaian tanggungan untuk dipotongkan kepada harta zakat.
3.    Penentuan tempat zakat dengan cara mengurangi harta zakat oleh nilai harga tanggungan.
4.    Menghitung nishab zakat, yaitu seharga 85 gram emas murni.
5.    Membandingkan tempat zakat dengan nishab, jika tempat zakat mencapai nishab maka zakat dihitung dengan kadar zakat 2,5% jika menggunakan haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan haul kalender Masehi.
6.    Menghitung jumlah zakat, dengan cara mengalikan tempat zakat dengan kadarnya (harga zakat).
7.    Penentuan dan penilaian harta yang diinvestasikan dalam aktivitas industri yang memenuhi syarat tunduknya harta kepada zakat.
8.    Pembayaran zakat:
a.        Pada proyek industri pribadi, zakat dibayar oleh pemilik
b.       Pada proyek industri perusahaan, zakat dibayar oleh serikat dan dibagi kepada mereka sesuai dengan persentasi modal mereka.
c.        Pada perusahaan bersaham, zakat ditanggung oleh para pemegang saham sesuai dengan    kepemilikan saham.
v  Penentuan Status Jenis Harta Industri yang Tunduk dan Tidak Tunduk kepada Zakat.
Pertama, yang tidak tunduk kepada zakat (tidak wajib zakat):
1.         Aset tak berwujud (abstrak), seperti hak istimewa, hak paten, hak milik merk yang  terdaftar, dan popularitas. Sebab, merupakan harta yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam proses aktivitas industri.
2.         Aset tetap berwujud atau riil yang digunakan untuk aktivitas produksi, yaitu tanah, bangunan, peralatan, mesin, kendaraan, dan sebagainya. Sebab, semuanya adalah harta yang dimiliki untuk digunakan dalam aktivitas industri.
3.         Penanaman investasi awal, biaya percobaan, pembiayaan sebelum beroperasi dan yang sejenisnya. Sebab, semuanya bukan harta yang berkembang dan tidak beredar.
4.         Current Deposit pada bank yang dibekukan tidak tunduk kepada zakat.
5.         Premi Letter of Guarantee tidak wajib zakat
6.         Spare part atau suku cadang yang tidak dijual tidak wajib wajib zakat, karena berkaitan dengan aset tetap
7.         Alat produksi dan operasional.
Kedua, yang tunduk kepada zakat (wajib zakat):
1.         Barang dalam aktivitas industri dan dihargai sebagai berikut.
a.          Barang jadi dinilai sesuai harga pasar (harga pabrik). Akan tetapi, ulama Malikiyah berpendapat bahwa produk tersebut dihargai berdasar biaya bahan bakunya saja, sedang kelompok lain yang terdiri dari ulama kontemporer berpendapat bahwa produk tersebut diqiyaskan dengan barang yang berkembang dalam zakat perdagangan.
b.         Barang yang masih dalam proses produksi dinilai berdasar harga pasar dari bahan baku secara harga partai atau grosir.
c.          Bahan baku dinilai sesuai dengan harga bahan baku grosir di pasar.
d.        Spare part atau suku cadang yang disiapkan untuk dijual dihargai sesuai harga pasar (harga penjualan, bukan harga eceran).
2.         Piutang, nota penerimaan, akad salam, dan qardh hasan, dihargai sebagai berikut:
a.         Piutang dihargai berdasarkan yang bisa diharapkan pelunasannya.
b.         Nota penerimaan dinilai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
c.          Akad salam dan perjanjian dihargai berdasarkan asas yang baik dan diharapkan perolehannya.
d.        Qardh hasan dihargai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
e.         Current Deposit yang dihutangkan kepada orang lain dihargai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
3.     Harta-harta tunai dan dihargai sebagai berikut.
a.         Wadi’ah investasi pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis ditambah laba yang halal jika ada.
b.         Current Deposit pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis. Kecuali, Current Deposit pada bank yang dibekukan dan Premi Letter of Guarantee, keduanya tidak wajib zakat.
c.         Uang kas dihargai sesuai dengan harga riil.
v  Penentuan Jenis Tanggungan yang akan Mengurangi Harta Zakat Industri
Hukum dan dasar penilaiannya sebenarnya hampir sama dengan zakat perdagangan. Jenis-jenis tanggungan pembayaran ini mengurangi harta zakat. Yaitu dengan perincian sebagai berikut.
1.    Utang jangka panjang yang angsurannya jatuh tempo pada tahun berikutnya setelah penghitungan zakat, karena termasuk harta beredar jangka pendek.
2.    Utang kepada pihak lain, yaitu meliputi (1) utang, (2) pelanggan, (3) nota pembayaran yang berhak, (4) pembayaran di muka dari pelanggan, (4) pembiayaan yang semestinya.
3.    Dana yang dikhususkan untuk kewajiban pembayaran yang belum ditetapkan jumlahnya, yaitu meliputi (1) Cadangan dana pensiun, (2) dana yang dikhususkan untuk pengganti, (3) dana yang dikhususkan untuk denda, (4) dana yang dikhususkan untuk pajak.
Adapun hak milik tidak dipotongkan kepada harta zakat, karena ia bukan kewajiban yang kontan. Hak milik tersebut terdiri atas:
a.       Modal.
b.      Cadangan modal.
c.        Laba yang tidak ragukan.
d.       Laba periode berjalan.
v  Nishab dan kadar zakat (harga zakat) aktivitas industry
Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5% jika menggunakan dasar haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan dasar haul kalender Masehi.
KESIMPULAN
industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan mesin.
            kewajiban zakat bagi perusahaan yang dipandang sebagai syakhsiah hukmiah, masih mengandung sedikit khilafiayah di kalangan ulama kontemporer. zakat perusahaan, analogi dari zakat perdagangan, maka perhitungan, nishab dan syarat-syarat lainnya, juga mengacu pada zakat perdagangan.
Nisab dan presentase zakat perusahan dianalogikan dengan asset wajib zakat kategori komoditas perdagangan, yaitu senilai nisab emas dan perak yaitu 85 gram emas sedangkan presentasenya adalah 2,5% dari asset wajib zakat yang dimiliki perusahaan selama masa haul. Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5% jika menggunakan dasar haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan dasar haul kalender Masehi.
Perhitngan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) perusahaan, dengan cara sederhananya adalah dengan mengurangkan kewajiban lancer atas aktiva lancer. Hanya saja, sehubungan dengan banyaknya perbedaan dalam format perhitungan serta elemen yang menjadi laporan keuangan, maka tentu cara berhitung tarif zakat akan banyak perbedaan antara satu ulama dan ulama lainnya atau satu akuntan dengan akuntan lainnya.