Senin, 25 Juni 2012

zakat perusahaan/korporasi

ZAKAT INDUSTRI
Dalam kamus bahasa Indonesia industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan mesin. Yakni, proses pengolahan bahan baku dan yang sejenisnya menjadi produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.
Allah SWT berfirman:
وَعَلَّمْنَهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مَّنْ بَأْسِكُمْج  فَهَلْ اَنْتُمْ شَا كِرُوْنَ
 (الانبياء : 80
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperangan; Maka hendaklah kamu bersyukur(kepada Allah).” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 80)
Selain itu Rasulullah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang bekerja (aktivitas industri) sekaligus mengandung makna agar kita melakukan aktivitas tersebut melalui sabdanya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang mukmin yang bekerja.”(HR Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Pada zaman sekarang, telah keluar fatwa-fatwa kontemporer (fatawa mu’ashirah) dan ketetapan dari beberapa ketetapan bersama para ahli fikih tentang masalah fikih (majma’ al-fiqh) yaitu tentang zakat industri. Fatwa-fatwa dan ketetapan tersebut menjadikan aktivitas perindustrian tunduk kepada zakat. Seperti, pada fatwa-fatwa seminar problematika zakat kontemporer yang pertama, yang diadakan oleh Lembaga Zakat Internasional, Bait Al-Zakat Kuwait pada bulan Rabi’ul Awal 1409 H. bertepatan pada bulan Oktober 1988 M. tentang zakat proyek-proyek industri.
A.    DASAR HUKUM
            Adapun yang menjadi landasan hokum kewajiban zakat pada peruahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, seperti dalam.
َايُّهَاالَّذِيْنَ اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَتِ مَاكَسَبْتُم
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (QS Al-Baqarah [2]: 267)
Dari ayat ini, bahwa kita mesti mengeluarkan dari harta yang baik dan halal untuk dinafkahkan di jalan Allah SWT, yaitu di antaranya melalui zakat, sedekah, atau infak. Industri adalah termasuk penghasilan yang baik dan halal selama sumber dan prosesnya tidak keluar dari syari’at Islam. Selain itu, industri juga di dalamnya merupakan  harta yang berkembang secara riil, sehingga terdapat kewajiban zakat di dalamnya. Harta dalam ayat di atas mencakup harta yang diinvestasikan di dalam aktivitas industri.
dan at-taubah 103
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka...”
Juga didukung oleh hadits riwayat imam bukhari dari Anas bin Malik,bahwasanya Abu bakar Asshidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat binatang ternak yang didalamnya ada unsur syirkah.
 “… Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaliknya jangan pila dipisahkan harta yang pada mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan zakat.”
“… Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka dikembalikan kepada keduanya secara sama.” 
Teks hadist tersebut sebenarnya, berkaitan dengan perkongsian zakat binatang ternak, akan tetapi ulama menerapkannya sebagai dasar qiyas (analog) untuk perkongsian yang lain, seperti perkongsian dalam perusahaan. Dengan dasar ini, maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha di pandang sebagai syakhsiah hukmiyah (badan hukum). Para individu di perusahaannya. Segala kewajiban ditanggung bersama dan hasil akhirpun dinikmati bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah, yakni zakat harta.
Namun harus diakui bahwa, kewajiban zakat bagi perusahaan yang dipandang sebagai syakhsiah hukmiah, masih mengandung sedikit khilafiayah di kalangan ulama kontemporer. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena memang lembaga badan hukum seperti perusahaan itu memang belum ada secara formal dalam wacara fiqih klasik. Meskipun ada semacam khilafiyah, tetapi umumnya ulama kontemporer yang mendalami masalah zakat, mengkategorikan lembaga badan hukum itu sebagai menerima hukum taklif dari segi kekayaan yang dimilikinya, karena pada hakekatnya badan hukum tersebut merupakan gabungan dari para pemegang saham yang masing-masing terkena taklif. Justru itu, maka tak syah lagi ia dapat dinyatakan sebagai syakhsyiyah hukmiyah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan. Dr.Wahbah Az-Zuhaily dalam karya monumentalnya “Al-fiqhi Al-Islami wa Adillatuhu” menuliskan : Fiqih Islam mengakui apa yang disebut dalam hukum positif sebagai syakhsyiyah hukmiyah atau syakhsyiyah I’tibariyah/ma’nawiyah atau mujarradoh (badan hukum) dengan mengakui keberadaannya sebagai lembaga-lembaga umum, seperti yayasan, perhimpunan dan perusahaan, sebagai syakhsiyah (badan) yang menyerupai syakhsyiyah manusia pada segi kecakapan memiliki, mempunyai hak-hak, menjalankan kewajiban-kewajiban, memikul tanggung jawab yang berdiri sendiri secara umum”. Sejalan dengan Wahbah, Dr.Mustafa Ahmad Zarga dalam kitab “Madkhal Al-Fiqh al’Aam” mengatakan, “Fiqih Islam mengakui adanya syakhsyiyah hukmiyah atau I’tibariyah (badan hukum).
Dengan demikian, zakat perusahaan, analogi dari zakat perdagangan, maka perhitungan, nishab dan syarat-syarat lainnya, juga mengacu pada zakat perdagangan. Dasar perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan oleh Abu ‘Ubaid dalam kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram. “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki”. Lebih mendetail lagi, Agustianto menjelaskan berdasarkan kaedah di atas, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa pola perhitungan zakat perusahaan sekarang ini, adalah di dasarkan pada neraca (balance sheet), yaitu aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar (metode asset netto). Metode ini biasa disebut oleh ulama dengan metode syari’ah.
Dalam kaitan dengan kewajiban zakat perusahaan ini, dalam undang-undang no. 38 tahun 1999,  tentang pengelolaan zakat, bab IV pasal 11 ayat 2 bagian b dikemukakan bahwa diantara obyek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan.
B.     Aspek Pembahasan Fikih Zakat tentang Zakat Industri
Para ahli fikih kontemporer telah membahas hukum dan perhitungan zakat aktivitas industri melalui beberapa seminar dan muktamar yang khusus membahas hal ini. Banyak peneliti yang membahasnya, sehingga muncul beberapa pendapat:
Pendapat  pertama:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat tanah pertanian dengan pertimbangan bahwa keduanya adalah aset tetap yang menghasilkan pendapatan berulang-ulang, sehingga diwajibkan zakat atas hasil produksinya dengan kadar zakat (harga zakat) 5%.           Modal yang ditanamkan pada proyek industri diperlakukan sebagaimana harta perdagangan, sehingga zakat diwajibkan atas harta asal (modal) dengan tambahan (hasilnya) dengan kadar zakat 2,5%. (seminar problematika zakat kontemporer pertama, tahun 1409 H./1988 M.). 
Pendapat kedua:
Zakat industri diqiyaskan pada zakat perdagangan, yang mana aset tetap dan harta yang beredar tunduk kepada zakat dikurangi tanggungan-tanggungan pembayaran yang kontan dan jangka pendek dengan perhitungan kadar zakat (harga zakat) sebesar 2,5% (haul kalender Hijriyah). Ini berarti  bertentangan dengan hukum tidak tunduknya barang yang digunakan untuk diambil penghasilannya (harta tetap) terhadap zakat.
Pendapat ketiga:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat perdagangan dengan harta pokok tetap tidak tunduk kepada zakat. Zakat hanya wajib pada harta yang beredar, yang mana harta tersebut ditentukan dan dihargai, kemudian dipotong tanggungan kontan dan jangka pendek. Selisih antara keduanya adalah tempat zakat yang dizakati sebesar 2,5%.
                  Pengambilan pendapat yang paling kuat (râjih).Mayoritas ulama kontemporer mengunggulkan pendapat yang ketiga di atas.

D. Ketentuan Penghitungan Zakat Industri
Dari pembahasan aspek fikih tentang zakat industri pada bagian pertama, terlihat bahwa terdapat tiga pendapat mengenai hukum dan penghitungan zakat tersebut. Sekalipun ada pendapat yang lebih diunggulkan atau râjih oleh kalangan ulama fikih, penulis akan memberikan masing-masing dasar dan operasional penghitungan berikut dengan contohnya:
v  Dasar-dasar Penghitungan Zakat Aktivitas Industri
1.    Penentuan waktu penghitungan dan pembayaran zakat, baik berdasarkan kalender Hijriyah maupun kalender Masehi untuk penghitungan haul.
2.    Pembatasan dan penilaian tanggungan untuk dipotongkan kepada harta zakat.
3.    Penentuan tempat zakat dengan cara mengurangi harta zakat oleh nilai harga tanggungan.
4.    Menghitung nishab zakat, yaitu seharga 85 gram emas murni.
5.    Membandingkan tempat zakat dengan nishab, jika tempat zakat mencapai nishab maka zakat dihitung dengan kadar zakat 2,5% jika menggunakan haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan haul kalender Masehi.
6.    Menghitung jumlah zakat, dengan cara mengalikan tempat zakat dengan kadarnya (harga zakat).
7.    Penentuan dan penilaian harta yang diinvestasikan dalam aktivitas industri yang memenuhi syarat tunduknya harta kepada zakat.
8.    Pembayaran zakat:
a.        Pada proyek industri pribadi, zakat dibayar oleh pemilik
b.       Pada proyek industri perusahaan, zakat dibayar oleh serikat dan dibagi kepada mereka sesuai dengan persentasi modal mereka.
c.        Pada perusahaan bersaham, zakat ditanggung oleh para pemegang saham sesuai dengan    kepemilikan saham.
v  Penentuan Status Jenis Harta Industri yang Tunduk dan Tidak Tunduk kepada Zakat.
Pertama, yang tidak tunduk kepada zakat (tidak wajib zakat):
1.         Aset tak berwujud (abstrak), seperti hak istimewa, hak paten, hak milik merk yang  terdaftar, dan popularitas. Sebab, merupakan harta yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam proses aktivitas industri.
2.         Aset tetap berwujud atau riil yang digunakan untuk aktivitas produksi, yaitu tanah, bangunan, peralatan, mesin, kendaraan, dan sebagainya. Sebab, semuanya adalah harta yang dimiliki untuk digunakan dalam aktivitas industri.
3.         Penanaman investasi awal, biaya percobaan, pembiayaan sebelum beroperasi dan yang sejenisnya. Sebab, semuanya bukan harta yang berkembang dan tidak beredar.
4.         Current Deposit pada bank yang dibekukan tidak tunduk kepada zakat.
5.         Premi Letter of Guarantee tidak wajib zakat
6.         Spare part atau suku cadang yang tidak dijual tidak wajib wajib zakat, karena berkaitan dengan aset tetap
7.         Alat produksi dan operasional.
Kedua, yang tunduk kepada zakat (wajib zakat):
1.         Barang dalam aktivitas industri dan dihargai sebagai berikut.
a.          Barang jadi dinilai sesuai harga pasar (harga pabrik). Akan tetapi, ulama Malikiyah berpendapat bahwa produk tersebut dihargai berdasar biaya bahan bakunya saja, sedang kelompok lain yang terdiri dari ulama kontemporer berpendapat bahwa produk tersebut diqiyaskan dengan barang yang berkembang dalam zakat perdagangan.
b.         Barang yang masih dalam proses produksi dinilai berdasar harga pasar dari bahan baku secara harga partai atau grosir.
c.          Bahan baku dinilai sesuai dengan harga bahan baku grosir di pasar.
d.        Spare part atau suku cadang yang disiapkan untuk dijual dihargai sesuai harga pasar (harga penjualan, bukan harga eceran).
2.         Piutang, nota penerimaan, akad salam, dan qardh hasan, dihargai sebagai berikut:
a.         Piutang dihargai berdasarkan yang bisa diharapkan pelunasannya.
b.         Nota penerimaan dinilai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
c.          Akad salam dan perjanjian dihargai berdasarkan asas yang baik dan diharapkan perolehannya.
d.        Qardh hasan dihargai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
e.         Current Deposit yang dihutangkan kepada orang lain dihargai berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
3.     Harta-harta tunai dan dihargai sebagai berikut.
a.         Wadi’ah investasi pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis ditambah laba yang halal jika ada.
b.         Current Deposit pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis. Kecuali, Current Deposit pada bank yang dibekukan dan Premi Letter of Guarantee, keduanya tidak wajib zakat.
c.         Uang kas dihargai sesuai dengan harga riil.
v  Penentuan Jenis Tanggungan yang akan Mengurangi Harta Zakat Industri
Hukum dan dasar penilaiannya sebenarnya hampir sama dengan zakat perdagangan. Jenis-jenis tanggungan pembayaran ini mengurangi harta zakat. Yaitu dengan perincian sebagai berikut.
1.    Utang jangka panjang yang angsurannya jatuh tempo pada tahun berikutnya setelah penghitungan zakat, karena termasuk harta beredar jangka pendek.
2.    Utang kepada pihak lain, yaitu meliputi (1) utang, (2) pelanggan, (3) nota pembayaran yang berhak, (4) pembayaran di muka dari pelanggan, (4) pembiayaan yang semestinya.
3.    Dana yang dikhususkan untuk kewajiban pembayaran yang belum ditetapkan jumlahnya, yaitu meliputi (1) Cadangan dana pensiun, (2) dana yang dikhususkan untuk pengganti, (3) dana yang dikhususkan untuk denda, (4) dana yang dikhususkan untuk pajak.
Adapun hak milik tidak dipotongkan kepada harta zakat, karena ia bukan kewajiban yang kontan. Hak milik tersebut terdiri atas:
a.       Modal.
b.      Cadangan modal.
c.        Laba yang tidak ragukan.
d.       Laba periode berjalan.
v  Nishab dan kadar zakat (harga zakat) aktivitas industry
Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5% jika menggunakan dasar haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan dasar haul kalender Masehi.
KESIMPULAN
industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan mesin.
            kewajiban zakat bagi perusahaan yang dipandang sebagai syakhsiah hukmiah, masih mengandung sedikit khilafiayah di kalangan ulama kontemporer. zakat perusahaan, analogi dari zakat perdagangan, maka perhitungan, nishab dan syarat-syarat lainnya, juga mengacu pada zakat perdagangan.
Nisab dan presentase zakat perusahan dianalogikan dengan asset wajib zakat kategori komoditas perdagangan, yaitu senilai nisab emas dan perak yaitu 85 gram emas sedangkan presentasenya adalah 2,5% dari asset wajib zakat yang dimiliki perusahaan selama masa haul. Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5% jika menggunakan dasar haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan dasar haul kalender Masehi.
Perhitngan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) perusahaan, dengan cara sederhananya adalah dengan mengurangkan kewajiban lancer atas aktiva lancer. Hanya saja, sehubungan dengan banyaknya perbedaan dalam format perhitungan serta elemen yang menjadi laporan keuangan, maka tentu cara berhitung tarif zakat akan banyak perbedaan antara satu ulama dan ulama lainnya atau satu akuntan dengan akuntan lainnya.

1 komentar:

  1. Casino & Hotel New Orleans, LA - Mapyro
    View detailed casino 파주 출장마사지 information, hours, map 여주 출장마사지 and features of Casino & Hotel New 문경 출장안마 Orleans. 세종특별자치 출장안마 A restaurant with 3 공주 출장안마 unique restaurant options

    BalasHapus