Jumat, 22 Juni 2012

formalin


PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN (PENGAWET) DALAM MAKANAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
Abstract
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, selain sandang dan papan yang diperlukan guna melangsungkan kehidupan. Seiring perkembangan perekonomian dibidang perindustrian dan perdagangan, telah menghasilkan berbagai macam barang yang dapat dikonsumsi. Pemenuhan makanan cepat saji dan tahan lama saat ini dapat dihasilkan dengan mudah dengan menggunakan bahan tambahan makanan yang berbahaya tanpa memperhatikan kualitas dan dampk kesehatan bagi manusia. Maka perlunya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bahan tambahan makanan, dengan tujuan sebagai pengatur penggunaan bahan tambahan makanan, karena menurut ajaran islam mengkonsumsi yang halal lagi baik merupakan perintah agama yang hukumnya wajib.
Sehubungan dengan rumusan masalah, dalam penulisan skripsi ini penulis bermaksud untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum positif Indonesia dan hukum Islam tentang penggunaan bahan tambahan pangan (pengawet) dalam makanan.
Dalam penulisan ini digunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan melihat pemasalahan yang ada dari peraturan perundang-undangan da ketentuan yang mengatur masalah mengenai bahan tambahan pangan (pengawet) dalam makanan, analisa peraturan mengenai bahan tambahan pangan (pengawet) dalam persfektif hukum Islam.
Dari hasil analisis penulis. Peraturan perlindungan konsumen dari produk makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan (pengawet) berbahaya dengan pemberian jaminan kesehatan pada produk makanan yaitu adanya pemberian standart makanan sehat dengan pencantuman komposisi setiap bahan yang dipakai pada produk makanan dalam peraturan perundang-undangan diantaranya undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 Tentang Bahan Tambahan Pangan yang dilarang. Dalam Islam hal yang mendasari kreteria produk pangan sebaiknya halal dan baik (halalan thoyiban) yang diatur secara jelas dalam Q.S Al Baqarah : 168 , Al Maidah : 88, An Nahl : 114 serta dipertegas dalam hadist Nabi Muhammad SAW sehingga penulis menganggap bahwa Allah SWT jelas-jelas telah menyuruh kita hanya memakan makanan yang halal dan baik saja.
Akan tetapi penerapan ajaran Islam dalam peraturan perundang-undangan tentang bahan tambahan pangan (pengawet) pada produk makanan ini terdapat permasalahan yang muncul dalam pengaturan tentang bahan tambahan pangan (pengawet) yang digunakan pada makanan. Hal ini disebabkan oleh faktor kurangnya sosialisasi, pengawasan dan kurang ketatnya BPOM mengawasi beredarnya makanan.
Pada akhir penulisan tugas akhir ini ada beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan khususnya kita sebagai konsumen harus memperhatikan makanan yang halal dan baik artinya makanan harus aman, bermutu, dan bergizi untuk dikonsumsi, jadi bagi kita harus berhati-hatilah dalam memilih makanan, baca terlebih dahulu komposisi makanan pada kemasan yang beredar saat ini dengan melihat keterangan bahan tambahan pangan (BMP) yang digunakan. sebuah produk makanan.
Permasalahan penggunaan formalin dalam pangan sebenarnya telah dibicarakan sejak tahun 80-an (Dewanti 2006), walaupun penggunaan bahan ini telah banyak dipergunakan sejak tahun 70-an (Anonimous 2005h). Pada tahun 1993 masalah formalin dalam makanan pernah menjadi berita utama di media massa, namun ketika itu masyarakat tidak begitu peduli karena merasa tidak melihat dampaknya secara langsung (Winarno 2004). Akan tetapi pada tahun 2005 masalah ini kembali mencuat kepermukaan, karena pemakaian formalin sebagai bahan pengawet makanan semakin tidak terkendali dan masyarakat saat ini telah sadar tentang pentingnya keamanan pangan.
Peredaran sejumlah produk makanan yang mengandung formalin telah ditemukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Bekasi, Lampung dan berbagai daerah lainnya. Produk-produk makanan yang mengandung formalin tersebut tak hanya dijual di pasar- pasar tradisional, di pasar serba ada dan supermarket pun tidak menjamin produk makanan sejenis bebas formalin.
Hasil pengujian Balai Besar POM di Jakarta pada beberapa tahun yang lalu terhadap 98 sampel produk pangan yang dicurigai mengandung formalin, 56 sampel di antaranya dinyatakan positif mengandung formalin. Berbagai produk pangan itu diambil dari sejumlah pasar tradisional dan supermarket di wilayah Jakarta, antara lain, Pasar Muara Angke, Pasar Muarakarang, dan Pasar Rawamangun (Anonimous 2005h).
Alasan para produsen menggunakan formalin sebagai pengawet meskipun mereka tahu bahwa sangat berbahaya menggunakan bahan ini adalah karena dagangannya lebih tahan lama, menghemat biaya produksi, penggunaannya yang praktis dan murah dibandingkan dengan pengawet lainnya serta mendatangkan keuntungan lebih banyak.
Saat ini undang-undang yang mengatur tentang penggunaan formalin pada bahan pangan dan sanksi-sanksi yang diberikan telah dibuat, namun yang perlu diperhatikan saat ini adalah pengendalian distribusi formalin di pasaran.
Apa itu Formalin ?
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar 36 – 40%, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai stabilisator (Anonimous 2006a). Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehida 30, 20 dan 10%. Disamping dalam bentuk cairan, formalin dapat diperoleh dalam bentuk tablet yang masing-masing mempunyai berat 5 gram (Winarno 2004).
Formaldehida pertama kali disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksander Butlerov pada tahun 1859 namun diidentifikasi lebih lanjut oleh August Wilhelm von Hofmann pada tahun 1867 (Anonimous 2006b).

Formaldehida mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena titik didihnya yaitU -21°C. secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin (Winarno 2004).
Menurut Anonimous (2005e), manfaat formalin di bidang industri non pangan sangat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih : lantai, gudang ,
pakaian dan kapal
2. Pembasmi lalat dan serangga lainnya
3. Bahan pembuat Sutra buatan, Zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak
4. Dalam dunia Fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan
kertas
5. Bahan pembentuk pupuk berupa Urea
6. Bahan pembuatan produk parfum
7. Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku
8. Pencegah korosi untuk sumur minyak
9. Bahan untuk isulasi busa
10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood)
11. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 persen ) digunakan sebagai
pengawet, Untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersi rumah
tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, Shampo mobil, lilin
dan karpet
12. Pengawet mayat dan organ.
Formalin yang bersifat racun tidak termasuk ke dalam daftar bahan tambahan makanan pada Codex Alimentarius maupun yang dikeluarkan oleh Depkes, sehingga penggunaan formalin pada makanan dilarang (Winarno 2004).
Mengapa Menggunakan Formalin?
Penggunaan formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Selain itu interaksi antara formaldehid dengan protein dalam pangan menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dan untuk beberapa produk pangan seperti tahu, mie basah, ikan segar, memang dikehendaki oleh konsumen (Dewanti 2006). Bau yang ditimbulkan oleh formalin menyebabkan lalat tidak mau hinggap. Selain itu ikan yang disiram formalin terlihat lebih bersih, sisik-sisiknya mengkilat dan dagingnya kenyal.
Penyimpanan yang lebih lama ini sangat menguntungkan bagi produsen maupun pedagang. Ayam, ikan, tahu atau makanan lain dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lebih lama dan tidak mudah rusak tanpa harus di masukkan ke dalam lemari pendingin. Setidaknya jika barang yang tidak laku dijual hari ini, ayam atau tahu yang telah diformalin dapat dijual kembali keesokan harinya dan tetap terlihat segar.
Alasan lain penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan adalah tingginya harga solar dan mahalnya harga es balok untuk mengawetkan ikan saat nelayan melaut.

Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Agar tidak tertipu, masyarakat sebaiknya berhati-hati dan memerhatikan ciri-ciri serta perbedaan antara bahan pangan segar dan yang mengandung bahan pengawet formalin. Para pedagang biasanya membubuhi formalin dengan kadar minimal, sehingga konsumen pada umumnya bingung ketika harus membedakannya dengan bahan pangan segar. Pada daging ayam misalnya, karena hanya dibubuhi sedikit formalin, bau obat tidak tercium. Kalau ayam berformalin, ciri yang paling mencolok adalah tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika kadar formalinnya banyak, ayam agak sedikit tegang (kaku). Yang paling jelas adalah jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen atau diuji laboratorium, nanti akan muncul gelembung gas.
Tahu berformalin tahan lama dan tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25°C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 °C). Tahu terasa membal atau kenyal jika ditekan namun tidak padat. Bau agak mengengat berbau formalin (dengan kandungan formalin sekitar 0.5-1ppm). Sedangkan tahu tanpa pengawet paling-paling hanya tahan dua dan biasanya mudah hancur Anonimous 2005a).
Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25°C), warna insang merah tua dan tidak cemerlang bukan merah segar, warna daging ikan putih bersih, sisik-sisiknya mengkilat dan dagingnya kenyal. Sedangkan ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar ( 25°C), bersih cerah, tidak berbau khas ikan asin dan tidak ada lalat yang hinggap (Pipit 2005).
Toksisitas Formalin
Dampak negatif formalin adalah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Efek jangka pendeknya antara lain berupa iritasi pada saluran nafas, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing (Anonimous 2005c).
Jika terpapar secara terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan iritasi yang parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, jantung, limpa, otak, sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker (Anonimous 2005e), sedangkan pada manusia (Hauptmann et al. 2003) diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker).
Hauptmann et al. (2003), dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemaparan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama pada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang menggunakan formalin berpotensi menimbulkan penyakit leukimia dan menyebabkan kematian.
Uji Formalin Dalam Makanan
Secara kualitatif uji formalin dalam makanan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat, yaitu dengan prinsip ada tidaknya reaksi formalin dengan larutan brom dan H2SO4 (1:1), bila terjadi reaksi atau hasilnya positif maka akan menghasilkan warna ungu. Sebelumnya makanan yang akan di uji harus diekstraksi terlebih dahulu (Jacob 1958 dalam Winarno 2004).
Chitosan Bahan Alami Pengganti Formalin
Anonimous (2006c) menyatakan bahwa para ilmuwan dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), telah melakukan riset
v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar