Jumat, 22 Juni 2012

wakaf tunai


 Kinerja Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia

Tabung Wakaf Indonesia (TWI) merupakan badan hukum yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai nazhir wakaf sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf. Yakni sebagai nazhir wakaf berbentuk badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan keagamaan Islam. Pendirian lembaga pengelola wakaf ini adalah untuk mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu lembaga keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi penghimpunan harta benda dan dana wakaf guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Sama halnya dengan TWI, BMM dan PKPU yang berbentuk badan hukum pun melakukan pengelolaan wakaf uang. Namun dalam operasionalnya, dalam melakukan pengelolaan wakaf uang pada lembaga-lembaga ini masih ditemukan beberapa kelemahan yang pada umumnya bermuara pada kepatuhan terhadap aturan perwakafan baik dari sisi kelembagaan maupun manajemen investasi.
1. Kelembagaan
Pada dasarnya, Yayasan Dompet Dhuafa Republika yang terdaftar sebagai Lembaga Amil Zakat, telah mengelola wakaf baik benda tak bergerak maupun wakaf uang sejak tahun 2001. Kemudian pasca disahkannya Undang-undang Wakaf tahun 2004, yayasan ini membentuk Tabung Wakaf Indonesia tahun 2005 yang diberi wewenang untuk mengelola wakaf. Namun sangat disayangkan, sampai saat ini, secara legalitas organisasi TWI belum terdaftar sebagai nazhir wakaf. Payung hukum yang dipakai TWI dalam operasionalnya masih berlindung pada yayasan Dompet Dhuafa Republika yang merupakan institusi pengelola zakat. Ini berarti tingkat kepatuhan lembaga tersebut terhadap aturan perundang-undang wakaf masih rendah. Walaupun secara kelembagaan TWI pernah melakukan konfirmasi kepada BWI tentang status dan pencatatan TWI sebagai nazhir wakaf. Tidak berbeda dengan TWI, BMM dan PKPU pun pada dasarnya badan hukum yayasan terdaftar sebagai Lembaga Amil Zakat.
Padahal prinsip-prinsip operasionalisasi lembaga pengelola wakaf dari aspek kelembagaan pengelola wakaf harus memperhatikan berbagai faktor. Diantaranya kedudukan, sifat lembaga, dan legalitas organisasinya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menegaskan bahwa nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri Agama dan BWI melalui Kantor Urusan Agama. Walaupun lembaga-lembaga pengelola wakaf uang seperti TWI, BMM, dan PKPU telah lebih dahulu mengelola wakaf, sedangkan peratuan perundang-undangan muncul kemudian. Sebagai lembaga wakaf yang mengelola keuangan publik, lembaga-lembaga tersebut tentu harus tunduk pada ketentuan peraturan perwakafan yang ada.
2. Manajemen Investasi Wakaf Uang
Tidak dapat dipungkiri, bahwa dana wakaf yang disalurkan TWI dalam bentuk investasi di sektor ril ke masyarakat terbukti memberi pengaruh positif bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat. TWI menyalurkan dana wakaf melalui jaringan dan mitra binaannya untuk kegiatan-kegiatan perdagangan pertanian, peternakan, perkebunan dan penyediaan sarana niaga kepada masyarakat yang menjadi Community Development Dompet Dhuafa. Dari hasil usaha tersebut, keuntungannya digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin
Namun, sampai saat ini, TWI dalam menyalurkan dana wakaf kepada mitra binaannya, tidak menerapkan adanya lembaga penjamin berupa asuransi syari’ah. Hal ini disebabkan adanya pandangan dari pihak manajemen TWI bahwa operasional asuransi syari’ah sampai hari ini belum sesuai dengan prinsip syari’ah karena masih adanya unsur maisir, gharar dan riba. Terlepas dari asumsi seperti itu, Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 Pasal 43 menegaskan bahwa dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diperlukan penjamin, yakni lembaga penjamin syariah. Hal itu, ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 Pasal 48 bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
TWI tidak hanya menyalurkan wakaf untuk kegiatan produktif seperti wakaf sarana niaga, perdagangan, perkebunan dan peternakan, tetapi juga menyalurkan wakaf kepada kegiatan sosial seperti pendirian rumah sakit gratis LKC, Wisma Mualaf, bantuan pendirian masjid dan sarana pendidikan gratis Smart Ekselensia Indonesia. Dari pemahaman dari teori “menahan pokok dan mengalirkan hasil”mengandung prinsip aset wakaf haruslah berputar, produktif, hingga menghasilkan surplus dan surplus tersebut terus dapat dialirkan tanpa mengurangi aset. Wakaf uang yang diinvestasi secara direct investment seharusnya tetap menghasilkan keuntungan, di mana keuntungan tersebut dapat disalurkan untuk membantu orang miskin. Dengan ungkapan lain, rumah sakit atau sekolah yang dibangun dari wakaf uang, tetap menghasilkan keuntungan yang dapat disalurkan untuk menutupi biaya operasional ataupun disalurkan kepada orang miskin. Ini berarti wakaf uang yang dialokasikan untuk program sosial seperti, pembangunan rumah sakit gratis, sekolah gratis sejatinya kurang tepat karena asas-asas wakaf yaitu keswadayaan dan kemandirian kurang terpenuhi.
Apalagi dalam pengelolaan wakaf dalam bentuk pelayanan sosial, TWI belum dapat menutupi biaya operasional masing-masing objek wakaf tersebut. Hal ini disebabkan dana wakaf yang terhimpun masih sedikit sedangkan biaya operasional untuk masing-masing program sangat besar. Untuk menutupi biaya-biaya tersebut Dompet Dhuafa melakukan subsidi dari zakat ataupun infak lainnya. Ini berarti, sebetulnya pengelolaa wakaf uang yang dilakukan TWI untuk sektor pendidikan dan kesehatan lebih tepat disebut dengan wakaf rumah sakit atau sekolah melalui uang bukan wakaf uang.
Dari keseluruhan dana wakaf yang disalurkan TWI, hampir 61% dana wakaf yang disalurkan untuk kepentingan pendidikan. Dana wakaf yang disalurkan untuk sektor sosial sekitar 33% sedangkan wakaf uang untuk sektor ekonomi hanya disalurkan sebesar 6%. Berdasarkan prosentase ini, kenyataannya dana wakaf yang disalurkan ke sektor ril masih sangat terbatas. Ini berarti wakaf uang sebagai modal kerja yang menjadi penggerak sektor ril belum tercapai. Apalagi BMM dan PKPU pun belum pernah menyalurkan dana wakafnya untuk sektor ekonomi.
Diakui, pertumbuhan aset wakaf uang yang berhasil dihimpun TWI selalu meningkat dan program-program yang dilaksanakan sukses serta memberi pengaruh positif kepada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun sampai saat ini TWI belum mempunyai System Operation Procedure secara tertulis yang dijadikan acuan dan pedoman bagi organisasi untuk mengontrol kinerja organisasi dalam mencapai tujuan dan target organisasi. Sebagai organisasi yang mengelola dana publik yang dikelola seperti manajemen perusahaan, tentu perangkat-perangkat seperti System Operation Procedure tertulis mutlak diperlukan.
Penghimpunan dana wakaf yang dilakukan TWI memang selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun dilihat dari pengembalian atas investasi (return on investment) wakaf uang, di mana penerimaan dana wakaf dikurangi dengan dana wakaf yang disalurkan, pengelolaan wakaf uang di TWI masih bermasalah. Kesimpulan ini dibuktikan dengan terjadinya defisit yang cukup tinggi yang dialami oleh TWI sebesar 1 milyar rupiah lebih. Pada hal dalam pengelolaan wakaf uang, prinsip yang harus diperhatikan adalah tetapnya nilai harta yang diwakafkan kemudian dinvestasikan ke sektor produktif, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang dapat diberikan kepada mauquf ‘alaih. Harta wakaf tidak boleh hilang, berkurang, apalagi defisit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar