Senin, 02 Juli 2012

kompetensi PA


Kompetensi Peradilan Agama
            Kekuasaan atau kewenangan mengadili suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan agama diatur secara khusus dalam UU no 7 tahun 1989. UU no 3 tahun 2006, kekuasaan peradilan agama dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. Kekuasaan absolut ( kompetensi absolute )
  2. Kekuasaan relative ( kompetensi relative )
  1. Kekuasaan Absolute Pengadilan Agama
Kekuasaan absolut peradilan agama adalah kekuasaan atau kewenangan mengadili dari badan peradilan yang berupa Peradilan Agama atas perkara perdata tertentu secara absolut hanya pengadilan dilingkungan peradilan agama yang berwenang mengadili dan tidak dapat diadili oleh badan peradilan lain.
            Kekuasaan absolute pengadilan dalam lingkungan peradilan agama secara tegas semula ditentukan dalam pasal 49 & 50 UU no 7 tahun 1989 diubah  bunyinya dengan UU no 3 tahun 2006.
    1. Pihak-Pihak yang berperkara
a.       Perkara antara orang – orangyang beragama islam
b.      Orang atau badan hokum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hokum islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Perkara antara orang –orang yang beragama islam.
   Dalam praktek pengadilan agama dalam menyikapi serta menentukan criteria bahwa yang sedang berperkara itu adalah orang-orang beragama islam sehingga perkaranya merupakan wewenang absolute Peradilan Agama dilihat secara kasuistik sebagai berikut :
a.       Apabila dalam gugatan, identitas pihak-pihak (penggugat & tergugat adalah islam, kemudian dalam pemeriksaan perkara berlangsung tidak ada mempersoalkan agama masing-masing, sehingga PA berwenang mengadili dan meneruskan perkara tersebut.
b.      Apabila dalam gugatan , Penggugat/ tergugat salah satunya tidsak beragama islam serta keberatasn perkara tersebut diadili oleh PA, maka hakim memerintahkan membuktikan bantahannya tersebut.
c.       Pihak-pihak yang berperkara didepan PA beragama islam pada saat perkara sedang berlangsung diperiksa oleh PA.
Pihaknya “ Orang/ Badan Hukum
    “Orang /Badan Hukum “ dimasukkan sebagai pihak dalam perkara karena terkait atas suatu benda sebagai suatu obyek perkaranya. Namun diisyaratkan bahwa orang /badan hokum tersebut denbga sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hokum islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan PA.
Pihak-pihak Dalam Perkara  dibidang Perkawinan
a.       Perkara suami istri dibidang perkawinan , jika akta perkawinan mereka dulunya dicatat di PPN pd KUA, maka pengadilan agama yang berkuasa mengadili. Sedangkan kalau dulunya dicatat pada kantor Catatan Sipil maka yang berwenang mengadili  adalah PN.
b.      Suami belum berusia 19 tahun dan istri belum berusia 16 tahun untuk perkawinan diperlukan dispensasi dari pengadilan, jika suami istri beragama islam keduanya dapat mengajukan dispensasi kepengadilan agama. Dan sebaliknya jika non islam  mengajukan ke PN.
c.       Anak yang belum baliq yang menggugat nafkah terhadap orangtuanya
1.      Jika anak tidak tergesa-gesa memilih agamanya maka yang berkuasa peradilan yang mencatat perkawinan orangtua.
2.      Jika anak tersebut tergesa-gesa memilih agamanya  maka diajukan ke PA (jika menyatakan islam) ke PN (jika menyatakan non islam).
Pihak-Pihak Dalam Perkara Waris
1.      Pewaris beragama islam atau beragama non islam, sedangkan semua ahli warisnya beragama islam, maka pengadilan agama berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
2.      Pewaris beragama islam sedangkan ahli warisnya ada yang beragama non islam. Agar PA berwenang mengadili perkara waris tersebut, ahli waris non islam dapat berposisi sebagai pengugat atau tergugat disyaratkan mau menundukkan diri secara suka rela terhadap hukum islam yang berlaku di PA.
3.      Perkara waris yang diperiksa di PA diajukan ke PN oleh tergugat yang beragama non islam. Yang berwenang memeriksa dan mengadili dan memutus perkara sengketa kewenangan mengadili tersebut adalah MA. Diputuskan berdasarkan atas agama pewaris.
Pihak-Pihak Dalam Perkara di Bidang Wasiat
1.      Pemberi wasiat beragama islam, penerima wasiat beragama islam, ahli waris beragama islam. Maka penerima wasiat walaupun ahli waris dapat mengajukan gugatan ke PA.
2.      Pemberi wasiat beragama islam, penerima wasiat beragama non islam, ahli waris beragama islam, maka ahli waris dapat mengajukan gugatan ke PA. sedangkan penerima wasiat yang beragama non islam dapat juga mengajukan gugatan ke PA asal dia menundukkan diri secara suka rela  kepada hukum islam yang berlaku di PA.
Pihak-Pihak Dalam Perkara di Bidang Hibah
1.      Pemberi hibah beragama islam, penerima hibah beragama islam maka penerima hibah atau ahli waris dapat mengajukan gugatan ke PA.
2.      Pemberi hibah beragama islam, penerima hibah non islam, ahli waris beragama islam maka ahli waris dapat mengajukan gugatan ke PA sedangkan penerima hibah dapat juga mengajukan gugatan ke PA asal dia menundukkan diri secara suka rela kepada hukum islam yang berlaku di PA.
Pihak-Pihak Perkara di Bidang Wakaf
     Agar PA berwenang mengadili perkara wakaf, disyaratkan perwakafannya diatur menurut hukum wakaf,pihak penerima wakaf  berupa orang disyaratkan beragama islam, bila badan hukum maka bergerak di bidang keagamaan islam.
                  Pihak-Pihak Perkara di Bidang Shodaqoh, Zakat dan Infak
                       Subyek dalam perkara di bidang Shodaqoh, zakat dan infak. Perbuatan   
                  Hukum shodaqoh, infak zakat, merupakan kewajiban seseorang yang bersifat
                  Pribadi bukan badan hukum. Maka subyek pada perkara disini orang
                  Beragama islam. Perkara di bidang ini pada umumnya hanya bersifat
                  Permohonan- permohonan. Misal permohonan ditetapkan berupa kewajiban
                  Membayar zakatnya.
                  Pihak-Pihak perkara di Bidang Ekonomi Syari’ah
                         Bidang obyek pekerjaan dari lembaga keuangan tersebut yaitu dibidang
                  Ekonomi syari’ah tersebut diatas. Maka agar perkara yang berkaitan dengan
                  dengan lembaga keuangan menjadi wewenang PA ditentukan bidang obyek 
                  pekerjaannya tersebut, bukan ditentukan subyeknya.
II. Bidang Perkara yang menjadi Wewenang PA
a.       Perkara dibi Perkara dibidang Perkawinan
1.Ijin beristri lebih dari satu
2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 th, dlm hal orangtua/ wali  ada perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh PPN
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami istri
8. Gugatan perceraian
9. Perceraian karena talak
10. Penyelesaian harta bersama
11. Penguasaan anak
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilimana bapak tidak memenuhinya
13. Penentuan kewajiban member biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan kewajiban bagi bekas istri
14. Putusan sah atau tidanya seorang anak
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orangtua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur yang ditinggal mati orangtuanya
19. Pemberian kewajiban ganti kerugian atas harta benda anakyang ada dibawah kekuasaannya
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hokum islam
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campur  
b.       Perkara dibidang Waris
Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan melaksanakan harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
c.       Perkara dibidang Wasiat
Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hokum yang berlaku setelah member tersebut meninggal dunia.
d.      Perkara dibidang Hibah
Perkara dibidang Hibah Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hokum kepada orang lain atau badan hokum untuk dimiliki.
e.        Perkara dibidang Wakaf
Perbuatan seseorang atau sekelompok orang untuk memisahkan /menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya / untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah/ kesejahteraan umum menurut syariah.
f.        Perkara dibidang Zakat
Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hokum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 
g.      Perkara dibidang Infaq
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan. Minuman, mendemakan, memberikan riski, atau mernafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dank arena Allah SWT.
h.      Perkara dibidang Shadaqah
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/ badanhukum secara sepontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
i.        Perkara dibidang Ekonomi Syariah
Perbuatan ataukegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara lain: Bank syariah, Lembaga keuangan syariah, Asuransi syariah, Re asuransi syariah,  Reksa dana syariah, Obligasi syariah dan surat-surat berharga berjangka syariah, Sekuritas syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian syariah, Dana pension lembaga keuangan syariah.
  1. Obyek sengketa berupa benda dibidang perkara yang dimaksud pasal 49 dan50 UU no 3 Tahun 2006
    1. Obyek sengketa berupa Benda
Menurut pasal 50 UU no 3 th 2006
a.       Dalam hal terjadi sengketa hak milik/ keperdataan lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, khusus mengenai obyek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
b.      Apabila terjadi sengketa hak milik/ keperdataan lain sebagaimana dimaksud pada ayat I yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh PA bersama-sama sebagaimana perkara yang dimaksud dalam pasal 49
Yang dimaksud pasal 49 UU no 3 th 2006:
a.       Obyek sengketa berupa benda, benda tersebut tidak terdapat sengketa hak milik / keperdataan lain
b.      Obyak sengketanya berupa benda, benda tersebut terdapat sengketa hak milik/keperdataan lain
    1. Obyek sengketa berupa benda  tidak terdapat sengketa hak milik/keperdataan lain.
Apabila perkara yang diajukan ke PA dibidang perkara yang dimasksud dalam pasal 49 obyeknya berupa benda sedangkan benda tersebut tidak terdapat sengketa hak milik/ keperdataan lain, demikian juga subyeknya yang boleh berperkara di PA maka PA berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut.
  1. Obyek sengketanya berupa benda terdapat sengketa hak milik atau keperdataan lain.
“Sengketa hak milik” adalah sengketa mengenai siapa pemilik atas suatu benda tersebut belum jelas, sehingga memerlukan suatu keputusan pengadilan lebih dahulu agar dapat diketahui kejelasan menurut hokum tentang siapa pemilik atas benda tersebut. “Sengketa keperdataan lain “adalah benda yang menjadi obyek sengketa masih menjadi sengketa selain sengketa hak milik missal menjadi jaminan hutang, sewa-menyewa dll.
    1. Obyek sengketa berupa benda menjadi sengketa hak milki atau keperdataan lain (yang mengajukan sengketa bukan bukan subyek bersengketa di PA).
Dalam hal ini tentu subyeknya orang adalah orang yang beragama islam dan badan hokum , sedangkan orang non islam dan badan hokum tersebut tidak tunduk pada hokum yamng berlaku  diPA maka mereka bukan subyek/pihak yang dapat berperkara di PA.
  1. Kekuasaan Relatif Pengadilan Agama
Kekuasaan relative PA adalah kekuasaan mengadili oleh PA tertentu atas suatu perkara tertentu yang tidak dapat diadili oleh PA lain, semata-mata dibatasi oleh wilayah hokum PA itu.
Semua PA secara absolute berwnang mengadili suatu perkara yang ditentukan dalam pasal 49 UU no 3 th 2006. Menurut hokum perkara tersebut secara relative hanya dapat diadili oleh PA tertentu sesuai wilayah hukumnya yang ditentukan oleh UU. Karena itu tidak dapat diadili oleh PA yang tidak termasuk dalam wilayah hukumnya.
Didalam UU no 7 th 1989 kekuasaan relative ada beberapa perbedaan dalam peraturannya, dalam perkara bidang perkawinan yaitu cerai talak dan cerai gugat diajukan ke PA adalah diatur secara khusus dalam pasal 66& 73 UU no 7th 1989 sedangkan untuk perkara waris, hibah, wakaf, wasiat, shadaqah, zakat, infaq,dan ekonomi syariah, gugatan/ permohonan diajukan ke PA sesuai ketentuan dalam hokum acara perdata yang berlaku dilingkungan Peradilan umum yaitu yang diatur dalam pasal 118 HIR/142 Rbg. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar